Oleh: Syaidah
KONTEN
Massa yang menamakan diri Gerakan Aksi Bersama Online Bandung Raya (Gerakan Online Bandung Raya) menggelar aksi damai yang mengusung tema “Ngopi Bareng dan Silaturahmi Akbar Pengemudi Online Se-Jawa Barat pada hari Senin (16/10/2017). Mereka mendesak agar pemerintah segera menertibkan regulasi tentang angkutan berbasis aplikasi, mereka pun meminta, selama aturan belum diterbitkan, tidak ada intimidasi kepada para pelaku usaha angkutan berbasis aplikasi, di pihak lain Himpunan pengemudi angkot menyesalkan pernyataan Wali Kota Bandung Rindwan Kamil yang terkesan berpihak kepada pengemudi angkutan berbasis aplikasi. Pengemudi angkot akan mulai menolak membayar retribusi sebagai aksi menuntut keadilan dan kesetaraan kepada Pemerintah Kota Bandung. Pada Selasa (17/10/2017), Pak Ridwan Kamil memasang status di Instagram dengan gambar berjudl”Angkutan Online di Kota Bandung Tidak Dilarang dan Silahkan Tetap Beroperasi”.
Dalam Instagram Ridwan Kamil dijelaskan, kebijakan itu merupakan hasil konsultasi dengan Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan bahwa tidak ada pelarangan angkutan berbasis aplikasi. Yang ada, kata Ridwan Kamil dalam status itu, angkutan berbasis aplikasi online harus menyesuaikan aspek administrasi dan legalnya dengan peraturan baru yang berlaku pada 1 November 2017. “Pernyataan wali kota itu dianggap tidak berpihak kepada pengemudi angkot dan tidak bijaksana. Di tengah situasi seperti ini, malah menyulut, “ kata Ketua Umum Kombanter Baru, Dadang Hamdani seusai aksi bersama pengemudi angkot di Kota Bandung pada Rabu (18/10/2017).
Menurutnya, status itu yang “memicu” kecaman dari para pengemudi angkot belakangan ini, pengemudi tengah gundah dengan keputusan pemerintah Provinsi Jawa Barat yang tarik ulur soal penghentian sementara operasional angkutan berbasis aplikasi. Tuntutan mereka kepada Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat itu belum tuntas. Soalnya, wewenang pembuatan regulasi bagi angkutan berbasis aplikasi yang ingin wara-wiri di Kota Bandung berada di Kementerian Perhubungan. Oleh karena itu, sikap yang ditunjukan Ridwan Kamil dinilai mengusik pengemudi angkot.
Semestinya kepala daerah, walupun ada keberpihakan jangan memberikan statement seperti itu hingga regulasi bagi persaingan saja angkutan ini jelas, yang kami perlukan sebelum ada regulasi yang sah adalah keberpihakan Wali Kota dalam memediasi kedua belah pihak. Hal itu dianggap lebih bijaksana, bukan malah berpihak pada taksi online”.
Perlunya mengembalikan aturan ihwal angkutan berbasis aplikasi kepada kewenangan pemerintah pusat, pemerintah daerah (Pemda) tidak boleh membuat kebijakan yang sepihak dan ini harus segera diselesaikan, arahan dari pemerintah pusat atas kebijakan dalam kedua angkutan ini baik angkutan umum maupun angkutan berbasis online perlu segera diselesaikan dan lebih jelas sehingga membuat aman dan nyaman baik bagi pengemudi angkutan umum, angkutan berbasis online, maupun bagi para penumpang. Atas dasar itu bahwa tuntutan para pelaku usaha angkutan berbasis aplikasi merupakan ranah pemerintah pusat, sementara untuk penyusunan Perda, harus ada keterkaitan aspek yuruis dengan aturan di atasnya.
Angkutan berbasis aplikasi harus dilengkapi dengan atribut berupa stiker yang dapat terlihat jelas serta ada pembatasan jumlah unit kendaraan yang beroperasi. Ke tiga, para pelaku usaha angkutan daring harus mematuhi semua peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Ke empat, angkutan konvensional dibebaskan dari biaya KIR serta pengawasan trayek dan sin trayek. Ke lima, disepakati untuk membentuk satuan tugas yang terdiri atas unsur transportasi konvensional dan daring. Keenam, apabila terjadi pelanggaran terhadap kesepakatan itu, sanksi akan diberikan sesuai perundang-undangan yang berlaku.
Peraturan Menteri Perhubungan N omor 26 Tahun 2017 diterbitkan untuk melindungi dan menjamin hak pengguna layanan angkutan sewa khusus. Aturan itu juga dibuat untuk melindungi para penyedia layanan angkutan yang ada untuk dapat bersaing secara sehat tanpa saling merugikan. Secara khusus ful, peraturan itu untuk melindungi penyedia angkutan sewa khusus dari sistem kemitraan dengan perusahaan aplikasi yang cukup memberatkan. Dengan dihapusnya 14 pasal dalam peraturan tersebut, sangat diharapkan pemerintah pusat yang terkait, khususnya Kementerian Perhubungan dan Kementerian Komunikasi dan Kementerian Komunikasi dan Informatika, untuk segera duduk bersama dan membuat aturan yang lebih komprehensif sebagai payung hukum dan dasar kebijakan yang ditetapkan di daerah. Hal itu disampaikan menurut Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Jawa Barat, Sony Sulaksono.
TELAAH
Mengamati isi pemberitaan surat kabar Pikiran Rakyat edisi 15-20 Oktober 2017 ternyata penataan manajemen dan regulasi transfortasi darat yaitu angkot (konvensional) dengan transfortasi berbasis online seperti Gojek, Grab dan Uber berdampak unjuk rasa yang berlangsung di beberapa tempat seperti saat ini yang terjadi di Kota Bandung. Transfortasi yang aman, nyaman, cepat dan terjangkau adalah merupakan kebutuhan masyarakat, mengingat masih lemahnya kekuatan regulasi yang dibuat pemerintah dalam menyediakan transfortasi umum yang aman, nyaman dan terjangkau namung sayang angkutan umum seperti angkot saat ini sudah kurang diminati masyarakat walaupun tingkat penurunan penumpangnya tidak terlalu besar setidaknya telah mempengaruhi pendapatan para sopir baik bagi biaya setoran maupun bagi pendapatan sopir itu sendiri untuk dibawa pulang ke rumah.
Ada beberapa alasan utama yang sering dikemukakan oleh para penumpang angkot yang kini beralih ke angkutan berbasis online seperti Grab, Gojek, Taxi Online dll diantaranya adalah apabila mereka naik angkot biasanya sering terlambat masuk kerja karena angkot selalu lama ngetem untuk mencari penumpang bahkan suka diturunkan di jalan karena tidak ada penumpang sebelum sampai tujuan, hal itupun tidak terlepas dari padatnya kendaraan dijalan sehingga semakin membuat parah kemacetan di jalan raya, sementara jika menggunakan transfortasi berbasis online seperti Grab, Gojek, ditengah kemacetan dijalan raya namun setidaknya dengan memakai jasa layanan transfortasi online seperti Grab dan Gojek lebih mempermudah dan mempercepat para pengguna transfortasi online sampai tujuan apalagi bagi para pekerja yang selalu dikejar waktu tidak boleh telat masuk kerja, maka dimaklumi kenapa masyarakat kini mulai beralih menggunakan transfortasi ojek online ini.
Untuk mencegah timbulnya kembali bentrok antara pengemudi angkot dan pengemudi ojeg online yang saat ini seering terjadi di beberapa daerah dan wilayah di Jawa Barat begitu juga di wilayah ibu kota Jakarta serta wilayah lainnya di Indonesia, saat ini pemerintah mengumumkan revisi Peraturan Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017 tentang Angkutan Berbasis Aplikasi. Peraturan tersebut efektif berlaku mulai 1 November 2017. Dengan adanya peraturan ini diharapkan persaingan antar penyedia jasa angkutan berlangsung adil dan aman. Dalam revisi aturan terdapat poin-poin yang tidak berubah, seperti kewajiban menempelkan stiker untuk angkutan berbasis aplikasi dan uji kir, namun di sisi lain masih terdapat pula beberapa poin yang masih harus dibahas karena menunggu usulan dari pemerintah daerah, diantarannya besaran tarif atas dan bawah, wilayah operasi serta kuota kendaraan.
Keberadaan jasa angkutan konvensional dan daring berpijak pada upaya mencari nafkah dari para penumpang jasa trasnfortasi, sementara dari sisi legulator, pemerintah ingin menjadikan persaingan yang sehat diantara kedua jenis angkutan ini. Persepsi publik mengenai kenyamanan dan kemudahan menggunakan jasa transfortasi online tidaklah bisa dijadikan suatu patokan dalam pertimbangan sebuah kebijakan, karena selama ini jasa angkutan online seperti Grab, Gojek dan taxi online tidak diikat oleh aturan main atau tidak ada aturannya, namun bagi angkutan umum mereka jelas memunyai aturan main, mereka memunyai tarif, trayek serta tidak bisa keluar rute atau jalur yang telah ditentukan wilayahnya. Melihat kenyataan ini merupakan situasi yang tidak sehat karena hanya satu usaha yang diatur oleh pemerintah. Selain melindungi penumpang, regulasi itu juga menguntungkan jasa angkutan konvensional serta para pengemudi angkutan berbasis aplikasi. Dengan adanya revisi Peraturan Perhubungan No. 26 Tahun 2017 ini diharapkan dapat memberikan solusi terbaik bagi kedua belah fihak baik bagi para pengemudi angkutan umum maupun bagi pengemudi transportasi online.
Label
kajian isu mingguan