Badan Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Balitbang SDM), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), sebagai pelaksana Digital Talent Scholarship (DTS) 2019, menyelenggarakan kegiatan “Workshop, Optimalisasi Pemanfaatan Digital Talent Scholarship 2019 Oleh Industri di Indonesia”, pada hari Rabu, 31 Juli 2019. Kegiatan yang diharapkan menjadi petunjuk untuk langkah lanjutan bagi peserta DTS 2019 ini dihadiri oleh Kepala Badan Litbang SDM, Tenaga Ahli Menteri, Kepala Pusbang Profesi dan Sertifikasi, Kepala Pusdiklat, dan beberapa pejabat di Kementerian Kominfo, wakil dunia Industri bidang TIK, dan praktisi bisnis TIK.
Kegiatan yang dilaksanakan di Ruang Auditorium Anantakupa, Lt. 8, gedung belakang, Kementerian Kominfo, di buka secara resmi oleh Kepala Badan Litbang SDM, Basuki Yusuf Iskandar. Sebelum Beliau membuka secara resmi kegiatan workshop tersebut, Basuki Yusuf Iskandar menyampaikan paparan “Transformasi Menuju Ekonomi Digital dan DTS”. Kabadan Litbang SDM menyampaikan peran Kementerian Kominfo dalam melakukan terobosan-terobosan baru yang bisa menjembatani SDM TIK Indonesia agar mampu bersaing di Dunia Industri Digital, “Digital Talent Scholarship adalah salah satu terobosan Kementerian Kominfo untuk memberikan sumbangsi solusi gap antara kebutuhan industri dan ketersediaan sumber daya manusia bidang kominfo.”
Diskusi dengan menyajikan 4(empat) narasumber dari Kominfo, idEA, Bukalapak, dan Dana, dan turut meramaikan acara adalah, praktisi TIK difabel dari Malang yang sedang viral. Diskusi sendiri dimoderatori oleh Dennis Adishwara, actor sekaligus penggiat dunia TIK di Indonesia. Dedy Permadi, Staf Ahli Menteri Kominfo, didaulat sebagai narasumber pertama untuk menyampaikan paparan pada kegiatan diskusi tersebut.
Dedi Permadi dalam paparannya dengan judul, “Langkah Strategis Kemkominfo dalam Pembangunan Infrastruktur dan SDM bidang TIK”, menyampaikan tentang ketersedian talenta digital di Indonesia yang masih kurang, sehingga pihak Industri banyak yang mengambil dari luar negeri, “Bila pun ada orangnya tapi profilnya yang kurang lengkap.” Dedi Permadi juga menyampaikan bahwa DTS merupakan salah satu solusi jangka pendek dalam pengembangan talenta digital Indonesia, dan untuk jangka panjangnya manusia Indonesia harus mulai sejak dini dikenalkan dengan dunia digital.
Sebagai pembicara ke-dua, Jonathan Sofian Lusa, mewakili idEA (Asosiasi E Commerce Indonesia) dalam paparannya “Tantangan Pengembangan Talenta di Era Ekonomi Digital” mengungkapkan masih lambatnya suplai SDM bidang TIK yang diproduk oleh pendidikan tinggi di Indonesia dibandingkan dengan cepatnya perkembangan industry yang menggunakan TIK. Narasumber yang akrab dipanggil dengan Sofyan ini juga mengungkapkan data survey bahwa kebutuhan perusahaan pada SDM dengan “Skill” pada bidang yang akan dikerjakan lebih dibutuhkan dari pada Bachelor dengan Indeks Prestasi lebih dari 3. Sofyan berharap DTS dalam mengembangkan SDM TIK Indonesia merujuk kepada kebutuhan dunia digital di Indonesia.
Talenta digital dari Malang, hari itu menjadi tamu kehormatan di Kementerian Kominfo. Anjas Pramono hadir di Kominfo bukan hanya di undang untuk hadir di kegiatan DTS Paska Akademi saja, tapi sebelumnya bertemu dengan Chief RA sebagai tamu undangan. Mahasiswa Universitas Brawijaya dengan disabilitas ini viral sebagai anak muda (21 tahun) dengan prestasi yang luar biasa. Aplikasi “Difodeaf” yang menjadi karyanya untuk membantu para difabel tuli, menerjemahkan bahasa Indonesia dan Inggris ke bahasa isyarat. Aplikasi inilah yang membuat Anjas Pramono di undang di Universitas Nebraska, Omaha dan “White House”, Amerika Serikat, untuk mempresentasikan aplikasi karyanya tersebut. “Saya berjuang untuk teman teman disabilitas melalui bidang digital, dengan harapan karya yang saya buat bisa membantu sesame penyandang difabel.”
VP of Engineering “Bukalapak”, Ibrahim Arief, dan Chief People Officer “Dana”, menjadi narasumber dari industri e commerce dan fintech yang sedang booming saat ini. Ibrahim Arief memaparkan kebutuhan tenaga IT yang masih belum bisa dilengkapi oleh SDM Indonesia dikarenakan salah satunya logika Algoritmanya yang masih kurang terasah. “Di Vietnam saya melihat soal ujian anak SD sudah belajar logika algoritma.” Ibrahim Arief berharap pengenalan logika digital bisa dikenalkan lebih dini kepada SDM Indonesia.
Senada dengan Ibrahim Arief, Chief People Officer “Dana” , Agustina Samara menyampaikan bahwa SDM digital Indonesia memiliki kemampuan akademisi yang baik tapi tidak punya mental sesuai dengan skill yang diharapkan. “Banyak yang mendaftar ke Dana tapi mereka Cuma punya Knowledge saja tapi tidak punya mental yang siap untuk menyelesaikan masalah pekerjaannya.” Agustina Samara sepakat bahwa pendidikan logika Algoritma dan pengenalan teknologi digital untuk SDM Indonesia harus dimulai sejak dini.
Label
(proserti)