Magelang (17/03/2022) – Dalam rangka penyusunan kurikulum Kewirausahaan Digital untuk Desa Wisata, Puslitbang SDPPPI mengadakan Audiensi Kurikulum Kewirausahaan Digital untuk Desa Wisata. Audiensi sendiri berlangsung dalam format focus group discussion (FGD) yang bertempat di Balai Ekonomi Desa (Balkondes) Karangrejo pada Rabu (16/03).
Mengadopsi ASEAN Communitiy Based Tourism Standard
FGD sendiri dibuka oleh Riza Azmi selaku Koordinator Program Digital Entrepreneurship Academy (DEA). Azmi memaparkan bahwa dengan digitalisasi usaha, desa wisata bisa dikenal lebih luas melalui Internet, sehingga dapat menarik lebih banyak wisatawan untuk datang.
Dalam menyusun kurikulum kewirausahaan desa wisata, Kementerian Kominfo bermitra dengan Kemenparekraf serta Ajarskills. Kurikulum ini mengadopsi ASEAN Community Based Tourism Standard, dan diharapkan turut melibatkan pengelola desa wisata yang sudah maju serta para mahasiswa tingkat akhir untuk membantu pengelola desa wisata yang baru mengembangkan wisata secara digital.
Tidak hanya memajukan ekonomi, pengembangan desa wisata juga untuk pelestarian alam dan lingkungan
Pada paparannya, Subkoordinator Penyusunan Standar Kompetensi Kemenparekraf, Yudistiro Bayu Aji menyampaikan bahwa Kemenparekraf berfokus pada pengembangan standar kompetensi yang dibutuhkan pihak internal dan eksternal dalam pengembangan desa wisata. “Target Kemenparekraf di 2022 dalam pengembangan desa wisata adalah 244 desa wisata. Maka dari itu dibutuhkan lima pilar pengembangan pariwisata dan ekonomi kreatif, meliputi destinasi pariwisata, kreativitas, industry, kelembagaan, serta promosi dan pemasaran,” ujar Yudistiro.
“Nantinya desa wisata juga dikelompokkan menjadi beberapa kategori, yakni kelompok desa wisata rintisan, berkembang, mandiri, dan maju. Paling penting, pengembangan desa wisata harus mempertimbangkan potensi SDM dan potensi wilayah setiap desa,” lanjut Yudistiro.
Ia menambahkan, “Selain itu, target pengembangan tersebut tidak hanya untuk memajukan ekonomi, tetapi juga pelestarian alam dan lingkungan. Oleh karenanya, pengembangan pariwisata membutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak, baik pemerintah pusat dan daerah, akademisi, praktisi, dan pelaku usaha yang dilakukan secara sinkron, sehingga nantinya akan tepat sasaran.”
Mengkritik, Yanto: Belum ada sinkronisasi dan integrasi Balkondes dan pengelolaan UMKM
Perwakilan dari sejumlah Desa Wisata yang hadir pada FGD ini saling memaparkan kondisi dan kebutuhan di wilayahnya masing-masing. Memperhatikan setiap paparan para pegiat Desa Wisata, para peserta FGD menyoroti sejumlah hal yang menarik perhatian, yaitu kebutuhan promosi wisata secara digital, pembinaan generasi muda untuk meneruskan pengelolaan wisata, sistem pengelolaan keuangan, dan mempromosikan produk UMKM warga setempat.
Tak hanya usulan, ide, dan aspirasi, kritik pun datang dari perwakilan Desa Wisata. “Belum ada sinkorinsasi dan integrasi antara Balkondes dan pengelolaan UMKM. Sehingga dibutuhkan penataan agar tidak terjadi konflik atau benturan antara program UMKM dan Balkondes,” ujar Yanto, perwakilan Desa Wisata Tuksongo, menutup FGD. (PSDP3I/RB-Pubdokpus/RAF)
===
Telah disunting ulang dari berita berjudul "Program DEA Gandeng Pegiat Desa Wisata di Magelang Melalui Audiensi Kurikulum Kewirausahaan Digital" yang telah tayang di website Puslitbang SDPPPI.
Label
academi, dea, desa, di, digital, entrepreneurship, gandeng, kewirausahaan, kurikulum, magelang, pegiat, susun, wisata