Jakarta (13/10/2020) – Perekonomian global –termasuk Indonesia– yang sempat lesu akibat pandemi COVID-19, mulai menunjukkan geliat positif dengan sejumlah penyesuaian. Meski secara umum perekonomian terbilang masih lesu, namun kita tetap dapat berinvestasi.
Lalu bagaimana cara berinvestasi dengan aman di masa pandemi ini? Mari simak penjelasan berikut!
Ekonomi menurun, permintaan kredit rendah, namun sejumlah sektor tetap bertahan
Desember 2019 lalu, saat pandemi COVID-19 pertama kali muncul di Wuhan, Cina, kondisi perekonomian dunia masih berada di posisi optimis. Namun, sekitar pertengahan Maret 2020 mulai terjadi penurunan perekonomian dunia, seiring dengan meluasnya pandemi di seluruh dunia.
Hal tersebut disampaikan Masyita Crystallin pada seminar daring “Investasi di Masa Pandemi” pada Selasa (13/10). Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal dan Makroekonomi tersebut hadir selaku narasumber dalam seminar daring yang diselenggarakan oleh Forum Merdeka Barat 9 (FMB9).
Masyita mengungkapkan bahwa perbankan sangat berhati-hati dalam memberikan kredit di masa pandemi ini. Selain itu permintaan kredit pun rendah.
Banyak sektor yang terdampak cukup signifikan akibat pandemi, seperti sektor perdagangan dan perhotelan. Namun ada sejumlah sektor yang bertahan di masa pandemi, terutama sektor-sektor yang sangat dibutuhkan dalam seperti telekomunikasi, kesehatan, dan layanan makanan.
Ekonomi perlahan bangkit, jangan takut berinvestasi
Ia juga menambahkan bahwa saat ini hampir semua sektor perlahan bangkit dengan berbagai penyesuaian. Kebijakan pemerintah dalam menangani COVID-19 pun sangat mempengaruhi pemulihan situasi dan kondisi ekonomi.
Lalu bagaimana berinvestasi di masa pandemi? “Jangan takut berinvestasi di masa pandemi, karena situasi dan kondisi perekonomian Indonesia saat ini sudah mulai terjaga,” demikian jawab Masyita singkat.
Pastikan dana untuk pemenuhan kebutuhan utama terjaga, dana lebih untuk investasi
Ketua dan Presiden Asosiasi Perencanaan Keuangan International Association of Register Financial Consultant (IARFC), Aidil Akbar berpendapat bahwa masyarakat saat ini lebih memilih investasi yang dirasa aman, seperti menabung di bank. Di masa pandemi ini banyak orang menahan uangnya lebih untuk berjaga-jaga, bukan berinvestasi.
Jika sudah memiliki investasi yang mudah cair (likuid), seperti emas, tabungan, deposito, atau obligasi, dan persiapan dana taktis untuk keperluan mendadak, barulah dapat melakukan investasi di berbagai sektor. Lalu investasi seperti apa yang dapat dilakukan oleh masyarakat umum (golongan menengah)?
Aidil lalu menjelaskan bahwa proporsi penggunaan penghasilan (basis UMR) di wilayah Asia (umumnya), 40% untuk biaya hidup (kebutuhan harian, uang sekolah, dll), 30% untuk biaya cicilan (cicilan rumah, kendaraan, dll), 20% untuk investasi, dan 10% untuk sosial (zakat, infaq, sedekah, bantuan, dll). Dengan proporsi seperti itu, kita harus memastikan telah memiliki dana untuk pemenuhan kebutuhan minimal tiga bulan bagi yang belum punya tanggungan, dan enam bulan bagi yang sudah memiliki tanggungan.
Dana untuk pemenuhan kebutuhan itu menjadi krusial karena peruntukkannya merupakan yang utama. Dan jika dana itu sudah terpenuhi, kelebihan dana yang ada barulah dapat diinvestasikan.
Seminar daring yang dipandu oleh praktisi media dan komunikasi, Mochamad Achir ini lalu ditutup dan diakhiri dengan semboyan, “Kesehatan Pulih, Ekonomi Bangkit, Majulah Indonesiaku.” Jadi investasi apa yang akan kamu pilih?
===
Pubdokpus – Penulis: Gaturi; Redaktur: Riguna A. Fazar
Label
covid-19, pandemi, masa, investasi, fmb9