Gambar: fgd whitelist

  • Bagikan

Jakarta - Puslitbang Aplikasi Informatika dan Informasi dan Komunikasi Publik, Badan Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Kementerian Kominfo, mengadakan FGD “Studi Supply dan Demand Layanan Akses Internet Whitelist: Pendekatan Mekanisme Pasar untuk Menciptakan Internet Sehat”, di R.R. Lt.5, Gd.Utama, KemKominfo (28/01). FGD ini bertujuan untuk meyempurnakan desain riset dan instrumen penelitian whitelist, yang diketuai oleh Emyana Ruth, dengan narasumber Basuki Yusuf Iskandar, Septriana Tangkary, Teddy Sukardi, Hendri Kasyfi Soemartono, dan Kiki Veriko.

Penelitian ini dilatarbelakangi dari semakin banyaknya penyalahgunaan terhadap internet. Program trust positive pada tahun 2014 dengan metode blocking (Blacklist) saat ini kurang efektif. Sehingga muncul gagasan untuk membuat internet sehat yang lainnya, yaitu whitelist. Tujuan dari penelitian ini di antaranya; untuk mengetahui peluang pasar terhadap sistem whitelist, mengetahui willingness ISP untuk menyediakan whitelist, mengetahui kriteria whitelist yang sesuai bagi masyarakat dan ISP. Penelitian ini secara langsung juga memberikan kontribusi kepada Ditjen Aptika, KemKominfo, yang sedang mengembangkan program “Pengembangan Sistem Whitelist untuk Menciptakan Internet Positif”, berupa rekomendasi kebijakan berdasarkan mekanisme pasar. Sedangkan kontribusi bagi masyarakat, menciptakan budaya internet sehat.

Basuki Yusuf Iskandar mengatakan bahwa penelitian yang bersifat policy research harus bisa menjawab demand masyarakat dan kesiapan ISP terhadap whitelist. “Untuk studi yang sifatnya policy research harus dapat menjawab pertanyaan dasar, yaitu; apakah ada pasarnya? Jika ada, apakah konsumennya mau bayar? Dan bagaimana kesiapan ISP dalam menyediakan whitelist?”, ujar Kepala Badan Litbang SM KemKominfo tersebut.

Ia juga menyarankan untuk menggunakan teori pendekatan consumer behaviour untuk menjawab inti dari pertanyaan penelitian whitelist.

Septriana Tangkary, Direktur Pemberdayaan Informatika, Ditjen Aptika, KemKominfo, mengatakan bahwa tahun 2016 sudah ada 250 data whitelist yang recommended. Dikatakan juga dalam mengevaluasi whitelist perlu memperhatikan dampak terhadap kegagalan. Ia berharap dengan dibuatnya whitelist dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Teddy Sukardi menambahkan hal apa saja yang perlu dikaji dari whitelist. “Ada beberapa hal yang perlu dikaji dari penelitian whitelist ini, di antaranya; perlu marketing needs research. Conflict of interest antara pemerintah dan masyarakat. Whitelist dapat menyebabkan pengetahuan yang tidak didapat, karena konten tersebut belum masuk dalam whitelist, jadi perlu dipikirkan penanganannya. Tantangan bagi whitelist, bagaimana kita dapat menyediakan daftar yang terkini dan lengkap baik yang terdapat dalam whitelist ataupun yang terdapat dalam blacklist”, ujar praktisi dan akademisi UI tersebut.

Sementara Hendri Kasyfi Soemartono mengungkapkan bahwa Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) telah memiliki whitelist DNS. “Whitelist tidak dapat berdiri sendiri, perlu support banyak pihak. Solusi whitelist yang ditawarkan APJII adalah biarkan sistem DNS yang sudah ada, tapi sinkronisasi database DNS tetap diperlukan (whitelist). Sehingga nantinya konten tidak lagi diakses memakai browser, tapi melalui aplikasi. Ini merupakan tantangan bagi konten filtering”, ujar Sekjen APJII tersebut.

Kiki Veriko menjelaskan bagaimana internet dapat mendorong daya saing ekonomi Indonesia. “Pemerintah perlu mengarahkan pemanfaatan internet secara intensif dan ekstensif. Penggunaan TIK secara intensif perlu dilakukan agar pemanfaatan teknologi dapat meningkatkan efisiensi dan mendorong penggunaan TIK secara ekstensif dengan penggunaan TIK di berbagai sektor pembangunan”, ujar peneliti sekaligus dosen LPEM, FEB, UI tersebut. (NM)


Label
puslitbang aptika dan ikp, fgd, whitelist, penelitian, pengembangan sdm