Gambar: (BPRTIK, Ciputat), Pelaksanaan Seminar Pendahuluan Penelitian

BPRTIK – Ciputat, Puslitbang SDPPI pada hari Senin, 21 Maret 2016, melaksanakan Seminar Pendahuluan penelitian swakelola. Seminar Pendahuluan yang dilaksanakan di ruang Seminar 1, Gedung Balai Penelitian dan Riset TIK, adalah penelitian salah satu tim penelitian swakelola, yang mengambil judul penelitian Kelayakan Implementasi High Altitude Platforms (HAPs) di Indonesia.

Seminar Pendahuluan ini sedianya akan dibuka oleh Kepala Badan Litbang SDM Kementerian Komunikasi dan Informatika, Basuki Yusuf Iskandar (BYI), namun hari itu beliau berhalangan hadir, sehingga diwakilkan oleh Kepala Puslitbang SDPPI, Sunarno. Kepala Badan Litbang dalam pidato yang dibacakan Sunarno menyampaikan tentang pentingnya teknologi infrastruktur telekomunikasi yang bisa mendukung jangkauan dan kecepatan penggunaan layanan komunikasi di Indonesia yang bisa menyelesaikan tantangan geografis yang ada. “Google Project Loon, sebagai salah satu teknologi HAPs, menawarkan solusi untuk telekomunikasi mobil seluler bisa menjangkau daerah pedalaman yang sulit terjangkau.”

Acara Seminar Pendahuluan ini dihadiri oleh para pejabat dikalangan Litbang SDM Kementerian Kominfo, para peneliti dan staf di lingkungan Puslitbang SDPPI, dan 2(dua) Narasumber, yaitu Bapak Sadjan, Sekretariat Direktorat Jenderal SDPPI, dan Bapak Eddy Setiyawan, Consultant on Submarine Cable System, SATTCOM and ITU Regulatory.

Ramon Kaban, dalam acara tersebut didaulat menjadi moderator acara inti pada hari itu. Peneliti Diah Yuniarti, Koordinator Tim III di penelitian swakelola ini, memaparkan data-data awal yang telah dikumpulkan untuk penelitian Kelayakan Implementasi HAPs di Indonesia, untuk dicermati dan diharapkan adanya masukan dari peserta yang hadir, baik itu dari narasumber maupun peneliti yang hadir pada saat itu. Teknologi HAPS yang dicermati oleh penelitian ini adalah teknologi yang sedang ditangkap pemerintah yaitu Kementerian Kominfo yang di inisiasi oleh 3(tiga) operator seluler Indonesia yaitu Telkomsel, Indosat, dan XL Axiata dalam sebuah Project Google Loon milik perusahaan penyedia jasa layanan aplikasi internet GOOGLE.

Eddy Setyawan sebagai salah satu narasumber pada acara tersebut menyampaikan bahwa, ketika masih bergabung dengan PT. TELKOM Indonesia, PT. TELKOM Indonesia pernah di tawarkan teknologi HAPS pada tahun 1996-1997, sebagai teknologi infrastruktur telekomunikasi yang bisa menjangkau daerah rural yang tidak bisa dijangkau oleh menara BTS Terestrial. Beliau (Eddy Setyawan) berharap dalam kajian HAPS ini dikaji dalam multi disiplin ilmu, tidak hanya aspek teknik tapi juga harus dikaji dalam aspek sosial, ekonomi, regulasi dan lain sebagainya.

Sekretaris DITJEN SDPPI, Sadjan, dalam paparannya sebagai narasumber dalam acara tersebut melihat kehadiran Google Loon Project ini dari beberapa aspek yaitu:

  • Aspek Politik, Ekonomi, Sosial, dan Kebudayaan Indonesia: Keberadaan Google Loon apakah hanya sekedar sebagai pengganti BTS para operator di wilayah rural saja ataukah ada pengambilan data sumber daya alam Indonesia yang bisa merugikan negara.
  • Aspek Kebutuhan : Pemerintah khususnya Kementerian Kominfo membutuhkan teknologi infrastruktur yang mendukung percepatan program penyelenggaraan hubungan telekomunikasi yang bisa menjangkau seluruh daerah di Indonesia, berharap dengan adanya Google Loon akan adanya efisiensi dalam pembangunan infrastruktur pertelekomunikasian.

Dalam sarannya beliau juga menitipkan agar kajian tersebut juga menelaah tentang bagaimana penggunaan frekwensi, apakah Google Loon hanya menggunakan frekwensi 3(tiga) operator besar (Telkomsel, Indosat, dan XL) Indonesia atau Google Loon menjadi representasi dari “GOOGLE”, yang akan menggunakan frekwensi sendiri di Indonesia. Termasuk perangkat telekomunikasi pada Google Loon, apakah akan mempengaruhi Industri di Indonesia, dan bagaimana dengan standarisasi perangkatnya, yang diharapkan menjadi telaah mendalam dalam penelitian ini.


Label
puslitbang sdp3i